RSPO
adalah organisasi sukarela yang memiliki dua mekanisme untuk memastikan para
anggotanya mematuhi komitmen bersama. Yang pertama adalah Kode Etik Tindakan
dan yang kedua adalah kerangka sertifikasi. Produsen minyak kelapa
sawit diminta untuk berkomitmen dengan mengupayakan sertifikasi
operasional mereka sesuai standar RSPO. Para konsumen kelapa sawit diminta
berkomitmen dengan membeli dan mempergunakan kepala sawit yang sudah disertifikasi.
RSPO adalah proses
pengelolaan kebun dan pabrik kelapa sawit untuk mencapai satu atau lebih
tujuan yang ditetapkan guna produksi barang dan jasa secara terus-menerus
dengan tidak mengurangi nilai inheren dan produktivitas masa depannya serta
tanpa menimbulkan dampak yang tidak diinginkan terhadap lingkungan biologi,
fisik, dan sosial.
RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) didirikan dengan spirit mewujudkan
dan mengembangkan Sustainable Palm Oil. Artinya, pemangku kepentingan RSPO
sepakat bahwa industri kelapa sawit harus berkembang dengan kaidah-kaidah
sustainable (keberlanjutan).
Untuk
itu, disusunlah ‘aturan dan sistem’ berupa prinsip dan kriteria yang harus
dipenuhi oleh industri sawit apabila ingin mendapatkan predikat ‘sustainable’.
Bahkan di awal RSPO berjalan, produsen dijanjikan dapat menghasilkan
sustainable palm oil maka akan diberikan insentif berupa harga premium untuk
setiap ton minyak sawit lestari (sustainable palm oil) yang diproduksi.
Alasan
tersebut berdasarkan kepada pemikiran bahwa para anggota roundtable yang
terdiri dari produsen kelapa sawit, prosesor dan trader minyak sawit, consumer good manufacturers, retail,
perbankan, investor, NGO Lingkungan dan sosial dianggap mewakili semua
kepentingan dalam mewujudkan pembangunan industri kelapa sawit yang
berkelanjutan.
A. Prinsip dan
Kriteria RSPO
Prinsip dan criteria RSPO untuk produksi minyak sawit
berkelanjutan disahkan pada bulan Nopember 2005, diterapkan melalui tahap
percobaan selama periode 2 tahun dari tanggal pengesahan dan akan ditinjau
ulang setelah akhir periode tersebut.
Produksi minyak sawit berkelanjutan terdiri dari operasi
dan pengelolaan yang secara hukum sah, layak ekonomi, pantas lingkungan dan
bermanfaat social. Hal ini disampaikan melalui penerapan prinsip dan criteria
RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan, dan disertai indicator dan
panduan (secara keseluruhan dalam dokumen ini disebut sebagai criteria RSPO.
Semua criteria RSPO tersebut berlaku terhadap pengelolaan kelapa sawit, juga
terhadap pabrik.
Ada delapan
prinsip dan 39 Kriteria RSPO yaitu :
1.
TRANSPARANSI
Kriteria 1.1 Para produsen (growers) kelapa sawit
memberikan informasi lengkap kepada para pengambil keputusan dalam bahasa dan
bentuk yang sesuai, dan secara tepat waktu, agar dapat berperanserta dengan
baik
dalam
pengambilan keputusan.
Kriteria 1.2 Dokumen-dokumen
manajemen dapat diperoleh oleh masyarakat umum kecuali jika dilindungi oleh
kerahasiaan komersial atau jika publikasi informasi tersebut akan menimbulkan
dampak negatif pada lingkungan hidup dan masyarakat.
2.
MEMENUHI HUKUM DAN PERATURAN YANG BERLAKU.
Kriteria 2.1 Patuh terhadap hukum dan peraturan setempat,
nasional maupun internasional yang telah diratifikasi.
Kriteria 2.2 Hak
penggunaan lahan jelas dan tidak dalam status sengketa.
Kriteria
2.3 Penggunaan lahan untuk kelapa sawit
tidak mengganggu hak-hahukum atau adat pengguna lain, tanpa persetujuan
sukarela mereka yang diberitahukan sebelumnya.
3. KOMITMEN TERHADAP KELAYAKAN EKONOMI DAN
KEUANGAN.
Kriteria 3.1 Produktivitas
dan kualitas jangka panjang optimal hasil panen dan produk-produk dicapai
melalui praktik-praktik agronomi, pengolahan dan manajemen.
Kriteria 3.2 Praktek-praktek produsen dan pabrik pengolah cukupoptimal untuk
mempertahankan produksi minyak sawit yang bermutu tinggi.
4.
PENGGUNAAN LAHAN DAN PABRIK SECARA TEPAT.
Kriteria
4.1 Tatacara operasi terdokumentasikan
dengan baik dan diimpelemtasikan serta dipantau secara taat asas (konsisten).
Kriteria
4.2 Praktek-praktik mempertahankan, dan
jika memungkinkan meningkatkan, kesuburan tanah berada pada tingkat yang dapat
menjamin hasil yang banyak dan berkelanjutan.
Kriteria
4.3 Praktek-praktik yang meminimalisasi
dan mengendalikan erosi serta degradasi tanah.
Kriteria
4.4 Praktek-praktik ditujukan pada
penjagaan mutu dan ketersediaan air permukaan dan air tanah.
Kriteria
4.5 Hama, penyakit, gulma, dan spesies
pengganggu lain dapat dikendalikan dengan baik dan penggunaanbahan kimia
dilakukan secara optimal atas dasar teknik Manajemen Hama Terpadu (IPM).
Kriteria 4.6 Bahan kimia (Obat) digunakan dengan cara yang tidak membahayakan
kesehatan atau lingkungan hidup.
Kriteria 4.7 Aturan keselamatan dan
kesehatan kerja dilaksanakan.
Kriteria 4.8 Semua staf, pekerja,
petani dan kontraktor dilatih dengan baik.
5.
TANGGUNG JAWAB LINGKUNGAN DAN KONSERVASI KEKAYAAN ALAM DAN KEANEKA RAGAMAN
HAYATI.
Kriteria
5.1 Dilakukan penilaian mengenai dampak lingkungan kelapa sawit yang ditanam,
baik positif maupun negatif, dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan
manajemen serta dilaksanakan dalam prosedur operasional.
Kriteria
5.2 Membangun pemahaman tentang spesies dan habitat tumbuhan dan hewan yang
berada di dalam dan di sekitar areal penanaman.
Kriteria 5.3 Rencana dikembangkan, diimplementasikan dan dipantau untuk
menangani keragaman biota di dalam dan di sekitar areal penanaman.
Kriteria 5.4 Limbah dimusnahkan, didaur ulang, dimanfaatkan kembali dan dibuang
dengan cara yang ramah lingkungan dan ramah sosial.
Kriteria 5.5 Memaksimalkan efisiensi penggunaan energi dan penggunaan energi
yang terbaharukan.
Kriteria 5.6 Menghindari pembakaran untuk memusnahkan limbah dan mempersiapkan
lahan penanaman kembali kecuali dalam situasi khusus.
Kriteria 5.7 Mengembangkan, melaksanakan dan memantau rencana pengurangan
polusi dan emisi, termasuk gas rumah kaca.
6.
BERTANGGUNG JAWAB ATAS BURUH, INDIVIDU, KOMUNITAS YANG TERKENA DAMPAK
PERKEBUNAN DAN PABRIK.
Kriteria
6.1 Menilai dampak sosial, baik positif maupun negatif, dari kelapa sawit yang
ditanam dan diolah, dan memasukkan hasilnya ke dalam perencanaan manajemen dan
dilaksanakan dalam tatacara operasional.
Kriteria
6.2 Terdapat metoda yang terbuka dan
transparan untuk melakukan komunikasi dan konsultasi antara produsen (growers)
dan/atau pabrik pengolah, masyarakat setempat dan pihak-pihak lain yang
terkena dampak atau berkepentingan.
Kriteria
6.3 Terdapat sistem yang disepakati bersama dan terdokumentasi untuk menangani
keluhan dan ketidaksetujuan, yang dilaksanakan dan diterima oleh semua pihak.
Kriteria 6.4 Setiap negosiasi mengenai kompensasi atas hilangnya hak hukum atau
adat ditangani melalui sebuah sistem yang terdokumentasi yang memungkinkan
penduduk pribumi, masyarakat setempat dan para pengambil keputusan dapat
menyatakan pandangan mereka melalui lembaga perwakilan mereka sendiri.
Kriteria 6.5 Majikan memastikan agar
upah dan syarat kerja memenuhi paling tidak standar hukum atau standar industri
minimum serta cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan memperoleh
penghasilan wajar.
Kriteria 6.6 Majikan menghargai hak
semua pekerja untuk mendirikan dan ikut dalam serikat pekerja yang mereka pilih
dan untuk menentukan posisi tawar (bargain) mereka secara kolektif. Jika
undangundang melarang hak kebebasan berserikat dan menentukan posisi tawar
mereka secara kolektif, majikan memfaslitasi sarana berserikat secara mandiri
dan bebas dan penentuan posisi tawar semua pekerja.
Kriteria 6.7 Dilarang mempekerjakan anak-anak. Anak-anak tidak dihadapkan pada
suasana kerja yang berisiko. Anak-anak hanya boleh bekerja pada perkebunan
keluarga, dengan pengawasan orang dewasa, dan selama tidak mengganggu program
pendidikannya.
Kriteria 6.8 Majikan tidak boleh terlibat dalam atau mendukung diskriminasi
berdasarkan ras, kasta, asal negara, agama, cacat tubuh, jenis kelamin,
orientasi seksual, keanggotaan serikat pekerja, afiliasi politikatau usia.
Kriteria 6.9 Para produsen dan
pabrik pengolahan berhubungan secara baik dan terbuka dengan para petani kecil
dan pengusaha setempat.
Kriteria 6.10 Para produsen (growers) dan pabrik pengolahan memberikan
sumbangsih terhadap pembangunan wilayah jika memungkinkan.
7.
PENGEMBANGAN PERKEBUNAN BARU YANG BERTANGGUNG JAWAB.
Kriteria
7.1 Melakukan penilaian dampak sosial dan lingkungan yang menyeluruh dan melibatkan
semua pihak sebelum melakukan penanaman atau operasi baru, atau memperluas
perkebunan yang sudah ada, dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan,
manajemen dan operasi.
Kriteria 7.2 Menggunakan informasi survei tanah dan topografi untuk perencanaan
lokasi penanaman baru, dan hasilnya dimasukkan ke dalam rencana dan operasi.
Kriteria 7.3 Penanaman baru sejak
[tanggal diterapkannya kriteria RSPO] belum menggantikan hutan primer atau
setiap daerah yang mengandung satu atau lebih Nilai-Nilai Tinggi Pelestarian
[sisipkan tanggal jika Kriteria RSPO diterapkan].
Kriteria 7.4 Dilarang mengembangkan perkebunan di dataran yang curam, dan/atau
di pinggir serta tanah yang rapuh.
Kriteria 7.5 Tidak boleh melakukan
penanaman baru di atas tanah rakyat setempat tanpa persetujuan sukarela yang
diberitahukan sebelumnya, yang ditangani dengan sistem terdokumentasi yang
memungkinkan penduduk pribumi, masyarakat setempat dan para pengambil keputusan
mengungkapkan pandanganpandangan mereka melalui lembaga-lembaga perwakilan
mereka sendiri.
Kriteria 7.6 Masyarakat setempat
diberi kompensasi atas setiap pengambilalihan lahan dan pengalihan hak yang
disepakati, sesuai dengan persetujuan sukarela yang diberitahukan sebelumnya
dan kesepakatan yang telah dirundingkan.
Kriteria 7.7 Dilarang melakukan
pembakaran untuk menyiapkan penanaman baru kecuali dalam situasi khusus.
8.
KOMITMEN TERHADAP PERBAIKAN TERUS MENERUS PADA WILAYAH WILAYAH UTAMA AKTIVITAS.
Kriteria
8.1 Produsen (grower) secara
rutin memantau dan mengkaji ulang kegiatan-kegiatan mereka dan mengembangkan
serta melaksanakan program kerja yang memungkinkan peningkatan nyata dan
sinambung dalam operasi-operasi utama.
B. Manfaat RSPO
Keanggotaan RSPO adalah sukarela. Artinya RSPO tidak
memiliki kewenangan eksekusi (memaksa) agar suatu perusahaan PKS menjadi atau
mematuhi prinsip, kriteria dan indikator RSPO. Menjadi anggota RSPO, penerima manfaat
pertama adalah perusahaan itu sendiri. Dengan sertifikasi yang diperoleh dari
RSPO, maka PKS tersebut akan bebas dari penolakan, kritik dan boikot pasar
internasional yang mengakui RSPO.
Perlu diketahui tidak semua negara di dunia yang mengakui
RSPO. Pasar utama yang mengakui adalah negara Eropa, sementara negara seperti
India, China, Amerika Latin tidak mengakui RSPO. Tanpa RSPO
perusahaan-perusahaan tersebut tidak akan bisa bebas memasuki pasar Eropa.
C. Tujuan RSPO
Mempromosikan produksi dan penggunaan
minyak sawit berkelanjutan melalui kerjasama disepanjang rantai pasok (supply chain) dan dialog terbuka dengan
para pemangku kepentingan.
Menjamin
bahan baku CPO yang berasal dari perkebunan kelapa sawit yang dikelola secara
lestari dan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh RSPO diantaranya ramah
terhadap lingkungan, menjaga biodiversity, menjaga nilai-nilai konservasi dan
keanekaagaman hayati, serta sosial dan budaya di lingkungan dimana perkebunan
atau pabrik pengolahan CPO tersebut berdiri.
D. Proses
Sertifikasi di dalam RSPO
The RSPO Verification Working Group (VWG) dibentuk agar menyediakan
rekomendasi lengkap tentang pengaturan sertifikasi untuk pertimbangan oleh
Badan Pengurus RSPO (EB RSPO). Tujuan dari persyaratan lengkap tersebut adalah
untuk memastikan bahwa penilaian RSPO dilaksanakan dengan objektifitas dan
konsistensi, bersamaan dengan kebutuhan tingkat
kecermatan teknis dan kredibilitas stakeholder.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar