Rabu, 29 Agustus 2018

Sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil)

RSPO adalah organisasi sukarela yang memiliki dua mekanisme untuk memastikan para anggotanya mematuhi komitmen bersama. Yang pertama adalah Kode Etik Tindakan dan yang kedua adalah kerangka sertifikasi.  Produsen minyak kelapa sawit  diminta untuk berkomitmen dengan mengupayakan sertifikasi operasional mereka sesuai standar RSPO. Para konsumen kelapa sawit diminta berkomitmen dengan membeli dan mempergunakan kepala sawit yang sudah disertifikasi.
RSPO adalah proses  pengelolaan kebun dan pabrik kelapa sawit untuk mencapai satu atau lebih tujuan yang ditetapkan guna produksi barang dan jasa secara terus-menerus dengan tidak mengurangi nilai inheren dan produktivitas masa depannya serta tanpa menimbulkan dampak yang tidak diinginkan terhadap lingkungan biologi, fisik, dan sosial. RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) didirikan dengan spirit mewujudkan dan mengembangkan Sustainable Palm Oil. Artinya, pemangku kepentingan RSPO sepakat bahwa industri kelapa sawit harus berkembang dengan kaidah-kaidah sustainable (keberlanjutan).

Untuk itu, disusunlah ‘aturan dan sistem’ berupa prinsip dan kriteria yang harus dipenuhi oleh industri sawit apabila ingin mendapatkan predikat ‘sustainable’. Bahkan di awal RSPO berjalan, produsen dijanjikan dapat menghasilkan sustainable palm oil maka akan diberikan insentif berupa harga premium untuk setiap ton minyak sawit lestari (sustainable palm oil) yang diproduksi.

Alasan tersebut berdasarkan kepada pemikiran bahwa para anggota roundtable yang terdiri dari produsen kelapa sawit, prosesor dan trader minyak sawit, consumer good manufacturers, retail, perbankan, investor, NGO Lingkungan dan sosial dianggap mewakili semua kepentingan dalam mewujudkan pembangunan industri kelapa sawit yang berkelanjutan.



A.  Prinsip dan Kriteria RSPO
Prinsip dan criteria RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan disahkan pada bulan Nopember 2005, diterapkan melalui tahap percobaan selama periode 2 tahun dari tanggal pengesahan dan akan ditinjau ulang setelah akhir periode tersebut.
Produksi minyak sawit berkelanjutan terdiri dari operasi dan pengelolaan yang secara hukum sah, layak ekonomi, pantas lingkungan dan bermanfaat social. Hal ini disampaikan melalui penerapan prinsip dan criteria RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan, dan disertai indicator dan panduan (secara keseluruhan dalam dokumen ini disebut sebagai criteria RSPO. Semua criteria RSPO tersebut berlaku terhadap pengelolaan kelapa sawit, juga terhadap pabrik.

Ada delapan prinsip dan 39 Kriteria RSPO yaitu :
1.   TRANSPARANSI
Kriteria 1.1 Para produsen (growers) kelapa sawit memberikan informasi lengkap kepada para pengambil keputusan dalam bahasa dan bentuk yang sesuai, dan secara tepat waktu, agar dapat berperanserta dengan baik
dalam pengambilan keputusan.
Kriteria 1.2 Dokumen-dokumen manajemen dapat diperoleh oleh masyarakat umum kecuali jika dilindungi oleh kerahasiaan komersial atau jika publikasi informasi tersebut akan menimbulkan dampak negatif pada lingkungan hidup dan masyarakat.

2.   MEMENUHI HUKUM DAN PERATURAN YANG BERLAKU.
Kriteria 2.1 Patuh terhadap hukum dan peraturan setempat, nasional maupun internasional yang telah diratifikasi.
Kriteria 2.2      Hak penggunaan lahan jelas dan tidak dalam status sengketa.
Kriteria 2.3   Penggunaan lahan untuk kelapa sawit tidak mengganggu hak-hahukum atau adat pengguna lain, tanpa persetujuan sukarela mereka yang diberitahukan sebelumnya.



3.   KOMITMEN TERHADAP KELAYAKAN EKONOMI DAN KEUANGAN.
Kriteria 3.1   Produktivitas dan kualitas jangka panjang optimal hasil panen dan produk-produk dicapai melalui praktik-praktik agronomi, pengolahan dan manajemen.
Kriteria 3.2   Praktek-praktek produsen dan pabrik pengolah cukupoptimal untuk mempertahankan produksi minyak sawit yang bermutu tinggi.

4.   PENGGUNAAN LAHAN DAN PABRIK SECARA TEPAT.
Kriteria 4.1   Tatacara operasi terdokumentasikan dengan baik dan diimpelemtasikan serta dipantau secara taat asas (konsisten).
Kriteria 4.2   Praktek-praktik mempertahankan, dan jika memungkinkan meningkatkan, kesuburan tanah berada pada tingkat yang dapat menjamin hasil yang banyak dan berkelanjutan.
Kriteria 4.3   Praktek-praktik yang meminimalisasi dan mengendalikan erosi serta degradasi tanah.
Kriteria 4.4   Praktek-praktik ditujukan pada penjagaan mutu dan ketersediaan air permukaan dan air tanah.
Kriteria 4.5   Hama, penyakit, gulma, dan spesies pengganggu lain dapat dikendalikan dengan baik dan penggunaanbahan kimia dilakukan secara optimal atas dasar teknik Manajemen Hama Terpadu (IPM).
Kriteria 4.6   Bahan kimia (Obat) digunakan dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan atau lingkungan hidup.
Kriteria 4.7 Aturan keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan.
Kriteria 4.8 Semua staf, pekerja, petani dan kontraktor dilatih dengan baik.





5.   TANGGUNG JAWAB LINGKUNGAN DAN KONSERVASI KEKAYAAN ALAM DAN KEANEKA RAGAMAN HAYATI.
Kriteria 5.1 Dilakukan penilaian mengenai dampak lingkungan kelapa sawit yang ditanam, baik positif maupun negatif, dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan manajemen serta dilaksanakan dalam prosedur operasional.
Kriteria 5.2 Membangun pemahaman tentang spesies dan habitat tumbuhan dan hewan yang berada di dalam dan di sekitar areal penanaman.
Kriteria 5.3   Rencana dikembangkan, diimplementasikan dan dipantau untuk menangani keragaman biota di dalam dan di sekitar areal penanaman.
Kriteria 5.4   Limbah dimusnahkan, didaur ulang, dimanfaatkan kembali dan dibuang dengan cara yang ramah lingkungan dan ramah sosial.
Kriteria 5.5   Memaksimalkan efisiensi penggunaan energi dan penggunaan energi yang terbaharukan.
Kriteria 5.6   Menghindari pembakaran untuk memusnahkan limbah dan mempersiapkan lahan penanaman kembali kecuali dalam situasi khusus.
Kriteria 5.7   Mengembangkan, melaksanakan dan memantau rencana pengurangan polusi dan emisi, termasuk gas rumah kaca.

6.   BERTANGGUNG JAWAB ATAS BURUH, INDIVIDU, KOMUNITAS YANG TERKENA DAMPAK PERKEBUNAN DAN PABRIK.
Kriteria 6.1 Menilai dampak sosial, baik positif maupun negatif, dari kelapa sawit yang ditanam dan diolah, dan memasukkan hasilnya ke dalam perencanaan manajemen dan dilaksanakan dalam tatacara operasional.
Kriteria 6.2   Terdapat metoda yang terbuka dan transparan untuk melakukan komunikasi dan konsultasi antara produsen (growers) dan/atau pabrik pengolah, masyarakat setempat dan pihak-pihak lain yang terkena dampak atau berkepentingan.



Kriteria 6.3 Terdapat sistem yang disepakati bersama dan terdokumentasi untuk menangani keluhan dan ketidaksetujuan, yang dilaksanakan dan diterima oleh semua pihak.
Kriteria 6.4   Setiap negosiasi mengenai kompensasi atas hilangnya hak hukum atau adat ditangani melalui sebuah sistem yang terdokumentasi yang memungkinkan penduduk pribumi, masyarakat setempat dan para pengambil keputusan dapat menyatakan pandangan mereka melalui lembaga perwakilan mereka sendiri.
Kriteria 6.5 Majikan memastikan agar upah dan syarat kerja memenuhi paling tidak standar hukum atau standar industri minimum serta cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan memperoleh penghasilan wajar.
Kriteria 6.6 Majikan menghargai hak semua pekerja untuk mendirikan dan ikut dalam serikat pekerja yang mereka pilih dan untuk menentukan posisi tawar (bargain) mereka secara kolektif. Jika undangundang melarang hak kebebasan berserikat dan menentukan posisi tawar mereka secara kolektif, majikan memfaslitasi sarana berserikat secara mandiri dan bebas dan penentuan posisi tawar semua pekerja.
Kriteria 6.7   Dilarang mempekerjakan anak-anak. Anak-anak tidak dihadapkan pada suasana kerja yang berisiko. Anak-anak hanya boleh bekerja pada perkebunan keluarga, dengan pengawasan orang dewasa, dan selama tidak mengganggu program pendidikannya.
Kriteria 6.8   Majikan tidak boleh terlibat dalam atau mendukung diskriminasi berdasarkan ras, kasta, asal negara, agama, cacat tubuh, jenis kelamin, orientasi seksual, keanggotaan serikat pekerja, afiliasi politikatau usia.
Kriteria 6.9 Para produsen dan pabrik pengolahan berhubungan secara baik dan terbuka dengan para petani kecil dan pengusaha setempat.
Kriteria 6.10  Para produsen (growers) dan pabrik pengolahan memberikan sumbangsih terhadap pembangunan wilayah jika memungkinkan.




7.   PENGEMBANGAN PERKEBUNAN BARU YANG BERTANGGUNG JAWAB.
Kriteria 7.1 Melakukan penilaian dampak sosial dan lingkungan yang menyeluruh dan melibatkan semua pihak sebelum melakukan penanaman atau operasi baru, atau memperluas perkebunan yang sudah ada, dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan, manajemen dan operasi.
Kriteria 7.2   Menggunakan informasi survei tanah dan topografi untuk perencanaan lokasi penanaman baru, dan hasilnya dimasukkan ke dalam rencana dan operasi.
Kriteria 7.3 Penanaman baru sejak [tanggal diterapkannya kriteria RSPO] belum menggantikan hutan primer atau setiap daerah yang mengandung satu atau lebih Nilai-Nilai Tinggi Pelestarian [sisipkan tanggal jika Kriteria RSPO diterapkan].
Kriteria 7.4   Dilarang mengembangkan perkebunan di dataran yang curam, dan/atau di pinggir serta tanah yang rapuh.
Kriteria 7.5 Tidak boleh melakukan penanaman baru di atas tanah rakyat setempat tanpa persetujuan sukarela yang diberitahukan sebelumnya, yang ditangani dengan sistem terdokumentasi yang memungkinkan penduduk pribumi, masyarakat setempat dan para pengambil keputusan mengungkapkan pandanganpandangan mereka melalui lembaga-lembaga perwakilan mereka sendiri.
Kriteria 7.6 Masyarakat setempat diberi kompensasi atas setiap pengambilalihan lahan dan pengalihan hak yang disepakati, sesuai dengan persetujuan sukarela yang diberitahukan sebelumnya dan kesepakatan yang telah dirundingkan.
Kriteria 7.7 Dilarang melakukan pembakaran untuk menyiapkan penanaman baru kecuali dalam situasi khusus.

8.   KOMITMEN TERHADAP PERBAIKAN TERUS MENERUS PADA WILAYAH WILAYAH UTAMA AKTIVITAS.
Kriteria 8.1   Produsen (grower) secara rutin memantau dan mengkaji ulang kegiatan-kegiatan mereka dan mengembangkan serta melaksanakan program kerja yang memungkinkan peningkatan nyata dan sinambung dalam operasi-operasi utama.


B. Manfaat RSPO
Keanggotaan RSPO adalah sukarela. Artinya RSPO tidak memiliki kewenangan eksekusi (memaksa) agar suatu perusahaan PKS menjadi atau mematuhi prinsip, kriteria dan indikator RSPO.  Menjadi anggota RSPO, penerima manfaat pertama adalah perusahaan itu sendiri. Dengan sertifikasi yang diperoleh dari RSPO, maka PKS tersebut akan bebas dari penolakan, kritik dan boikot pasar internasional yang mengakui RSPO.
Perlu diketahui tidak semua negara di dunia yang mengakui RSPO. Pasar utama yang mengakui adalah negara Eropa, sementara negara seperti India, China, Amerika Latin tidak mengakui RSPO. Tanpa RSPO perusahaan-perusahaan tersebut tidak akan bisa bebas memasuki pasar Eropa.

C. Tujuan RSPO
Mempromosikan produksi dan penggunaan minyak sawit berkelanjutan melalui kerjasama disepanjang rantai pasok (supply chain) dan dialog terbuka dengan para pemangku kepentingan.
  Menjamin bahan baku CPO yang berasal dari perkebunan kelapa sawit yang dikelola secara lestari dan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh RSPO diantaranya ramah terhadap lingkungan, menjaga biodiversity, menjaga nilai-nilai konservasi dan keanekaagaman hayati, serta sosial dan budaya di lingkungan dimana perkebunan atau pabrik pengolahan CPO tersebut berdiri.


D.  Proses Sertifikasi di dalam RSPO

The RSPO Verification Working Group (VWG) dibentuk agar menyediakan rekomendasi lengkap tentang pengaturan sertifikasi untuk pertimbangan oleh Badan Pengurus RSPO (EB RSPO). Tujuan dari persyaratan lengkap tersebut adalah untuk memastikan bahwa penilaian RSPO dilaksanakan dengan objektifitas dan konsistensi, bersamaan dengan kebutuhan tingkat kecermatan teknis dan kredibilitas stakeholder.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PELATIHAN PEMAHAMAN ISO 9001 SERIES - UIN JAKARTA

http://lpm.uinjkt.ac.id/lpm-laksanakan-pelatihan-awarness-iso-90012015/