Konsultasi dan Pelatihan Sistem Manajemen ISO 9001 - ISO 14001 - OHSAS 18001 - ISO 45001 - ISO 22000 - ISO 28000 - Sistem Jaminan Halal - SNI - GMP Silahkan e-mail ke alifuadr@gmail.com Hubungi kami : WA/SMS 08129082983
Kamis, 30 Agustus 2018
Rabu, 29 Agustus 2018
ISO 37001:2016 tentang Anti Bribery Management System
Korupsi
merupakan salah satu masalah utama yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat
ini. Salah satu tindakan pemerintah menghadapi masalah tersebut adalah dengan
dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 dan Tahun 2017.
Menindaklanjuti
Inpres tersebut, BSN mengadopsi secara identik standar ISO 37001: 2016 menjadi
SNI ISO 37001:2016 Sistem Manajemen AntiSuap. SNI ISO 37001:2016 dapat
digunakan untuk menumbuhkan budaya anti-suap dalam sebuah organisasi/institusi
negara maupun swasta.
SNI ISO 37001:2016
membantu organisasi mengendalikan praktek penyuapan dengan menyediakan sejumlah
langkah penting diantaranya penetapan:
·
Kebijakan anti-penyuapan,
·
penunjukan petugas yang
berkewenangan untuk mengawasi kepatuhan terhadap praktik anti-penyuapan,
·
pembinaan dan pelatihan anggota
organisasi,
·
penerapan manajemen riisiko pada
proyek dan kegiatan organisasi,
·
pengendalian finansial dan
komersial, dan
·
pelembagaan laporan prosedur
investigasi.
Dalam penerapan manajemen
anti-suap maka kepemimpinan dan masukan dari manajemen puncak adalah kewajiban.
Manajemen puncak dianjurkan aktif mencari dan mempertimbangkan rekomendasi
berbagai inisiatif anti-penyuapan yang mempromosikan atau mempublikasikan
praktik anti-penyuapan.
Bertepatan dengan
peringatan Hari Akreditasi Dunia BSN dan KAN telah meluncurkan skema akreditasi
lembaga sertifikasi sistem manajemen anti penyuapan sebagai acuan lembaga
sertifikasi di Indonesia yang memberikan layanan sertifikasi sistem manajemen
anti penyuapan berdasarkan ISO 37001: 2016.
Sebagaimana diamanatkan
dalam peraturan/dasar hukum tentang Anti
Suap, yaitu:
- ISO 37001,2016 tentang
Sistem Manajemen Anti Suap
- Konvensi PBB Anti
Korupsi (UN Convention Against Corruption) Nomor 58/4 tanggal
31 Oktober 2003.
- UU No. 7 Tahun 2006
Tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption 2003
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi 2003).
- UU No. 29 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dari KKN.
Dengan
diterapkannya Standar Manajemen Anti Penyuapan ini diharapkan akan menyediakan
kerangka kerja dalam pengelolaan
anti suap sehingga mampu menyempurnakan praktek pengelolaan yang sudah ada serta
diakui secara internasional.
ISO 26000:2010 GUIDANCE ON SOCIAL RESPONSIBILITY
Pendahuluan
CSR dapat didefinisikan sebagai
tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategic-stakeholdersnya,
terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya. CSR
memandang perusahaan sebagai agen moral. Dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah
perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu
perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah pengedepankan prinsip moral dan etis,
yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat
lainnya.
Melalui penerapan CSR secara konsisten merupakan
bagian dari upaya memaksimalkan nilai perusahaan dan berkontribusi terhadap pembangunan
ekonomi berkelanjutan dengan tetap mengedepankan peningkatan kualitas hidup
karyawan dan masyarakat luas. Kesadaran ini
memberikan makna bahwa perusahaan
akan tetap berpedoman
pada azas manfaat,
tepat sasaran, dengan
harapan partisipasi sosial perusahaan dapat berdaya guna dan berhasil
guna.
Manfaat menerapkan ISO 2600:2010
1.
Memberikan
panduan dalam memberikan umpan balik (feedback)
mengenai pelaksanaan Program CSR secara keseluruhan.
2.
Merupakan salah
satu wujud visi
dan misi perusahaan dalam menumbuhkembangkan kepekaan
sosial terhadap lingkungannya
sebagai bentuk implementasi tanggung
jawab sosial perusahaan
terhadap lingkungan sosial kemasyarakatan dalam bentuk Program
Sosial “Program Peduli”.
3.
Membangun
citra perusahaan (corporate image)
dan reputasi perusahaan yang lebih baik dimata kepentingan stakeholders dan
masyarakat serta menjaga
kredibilitas perusahaan.
4.
Sebagai salah
satu bentuk pengabdian,
kepedulian, kesetiakawanan serta
wujud tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap masyarakat
dan lingkungannya, serta dalam
rangkat ikut membantu
dan mendorong kegiatan
serta pertumbuhan ekonomi
kerakyatan.
Memahami ISO 26000:2010
ISO 26000 menyediakan standar
pedoman yang bersifat sukarela mengenai tanggung tanggung jawab sosial suatu
institusi yang mencakup semua sektor badan usaha baik di negara berkembang
maupun negara maju. Dengan ISO 26000 ini akan memberikan tambahan nilai
terhadap aktivitas tanggung jawab sosial dengan cara:
1)
mengembangkan suatu konsensus
terhadap pengertian tanggung jawab sosial dan isunya
2)
menyediakan pedoman tentang
penterjemahan prinsip-prinsip menjadi kegiatan-kegiatan yang efektif
3)
memilah praktek-praktek terbaik yang
sudah berkembang dan disebarluaskan untuk kebaikan komunitas atau masyarakat
internasional.
Untuk mencapai pemahaman tersebut
maka ISO 26000 Guidance Standard on
Social Responsibility secara konsisten mengembangkan tanggung jawab sosial yang
mencakup 7 isu pokok yaitu:
1.
Pengembangan Masyarakat
2.
Konsumen
3.
Praktek Kegiatan Institusi yang
Sehat
4.
Lingkungan
5.
Ketenagakerjaan
6.
Hak asasi manusia
7. Organizational
Governance
ISO 26000 menerjemahkan tanggung
jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan
dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang
transparan dan etis, yang:
- Konsisten
dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat
- Memperhatikan
kepentingan dari para stakeholder
- Sesuai
hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional
- Terintegrasi
di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik
kegiatan, produk maupun jasa.
SISTEM MANAJEMEN PENGAMANAN BERDASARKAN PERKAPOLRI NO. 24 TAHUN 2007
Pendahuluan
Perusahaan dituntut untuk dapat
melakukan pengamanan secara sistematis agar tetap dapat mendukung terlaksananya
kegiatan produksi secara optimal. Aspek
pengamanan perlu dikelola secara terintegrasi melalui penerapan sistem
manajemen pengamanan (SMP). Sistem manajemen pengamanan memberikan panduan
bagaimana mengelola ancaman dan gangguan pada organisasi dalam upaya mencapai
organisasi yang aman, produktif dan efisien.
Di Indonesia, hal ini diatur dalam PERKAP 24/07 yaitu ketentuan tentang sistem manajemen pengamanan yang diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan telah diakui secara nasional. Ketentuan ini selaras dengan standar sistem manajemen pengamanan yang telah ada dan mudah dintegrasikan dengan sistem manajemen lainnya seperti quality, safety maupun lingkungan.
Sistem Manajemen Pengamanan (selanjutynya ditulis SMP) adalah sistem manajemen pengamanan di tempat kerja yang penerapannya melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja yang secara profesional terintegrasi untuk mencegah dan mengurangi kerugian akibat ancaman, gangguan, dan bencana serta mewujudkan tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Sistem manajemen pengamanan memberikan panduan bagaimana mengelola ancaman dan gangguan pada organisasi dalam upaya mencapai organisasi yang aman, produktif dan efisien.
Memahami Sistem Manajemen Pengamanan sesuai Perkap 24/07
Sebagaimana diketahui bahwa Peraturan
Kepolisian Republik Indonesia No. 24/2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan adalah
rujukan dasar dari pengelolaan keamanan swasta di Republik Indonesia. Penerapan
standar manajemen pengamanan ini disertifikasi oleh lembaga independen yang
ditunjuk Polri dan kemudian memberikan 3 golongan kepada perusahaan/lembaga
yang menerapkannya dengan penggolongan Bronze, Silver dan Gold adapun
perusahaan dengan nilai audit tertinggi mendapatkan sertifikasi Gold serta
diwajibkan untuk mengaudit kembali 2 tahun sesudahnya .
Standar Sistem Manajemen Pengamanan sama halnya dengan konsep dalam
manajemen pada umumnya yaitu PDCA ( Plan-Do-Check-Action) namun dirinci secara
spesifik dalam koridor yang tidak dengan tujuan menghambat kepentingan
organisasi dan juga dengan tidak melanggar ketentuan lainnya yang sudah
berjalan. Konsep yang diterapkan
adalah Kebijakan Keamanan – Perencanaan – Implementasi – pengukuran dan
monitoring – evaluasi dan Tinjauan Manajemen dan terakhir adalah Perbaikan
berkelanjutan.
Adapun Spesifikasi Standar Sistem
Manajemen Pengamanan yang disebut sebagai 16 elemen adalah;
- Pemeliharaan dan pembangunan Komitmen.
- Pemenuhan Aspek peraturan perundangan keamanan.
- Manajemen Resiko Pengamanan.
- Tujuan dan Sasaran.
- Perencanaan dan Program.
- Pelatihan, kepedulian dan kompetensi pengamanan.
- Konsultasi, Komunikasi dan partisipasi
- Pengendalian dokumen dan catatan.
- Penanganan Keadaan darurat.
- Pengendalian Operasional.
- Pemantauan dan pengukuran kinerja keamanan.
- Pelaporan, Perbaikan, dan tindakan pencegahan
ketidaksesuaian.
- Pengumpulan dan analisa data.
- Audit sistem manajemen pengamanan.
- Tinjauan Manajemen.
- Peningkatan
berkelanjutan.
Jadi Sistem Manajemen Pengamanan
memberikan gambaran bagaimana pelaksanaan kegiatan pengamanan suatu organisasi
dilakukan untuk mencapai suatu organisasi yang aman, produktif dan efisien.
Manfaat
· Menjadi dasar bagi proses sertifikasi SMP oleh Mabes POLRI
· Memastikan bahwa perusahaan telah mampu menerapkan sistem
manajemen pengamanan secara efektif
· Pengakuan bagi perusahaan anda sebagai pemimpin dalam
peningkatan keamanan dalam perlindungan terhadap proses bisnis maupun aset
perusahaan
· Meningkatkan citra perusahaan
· Meyakinkan bahwa perusahaan anda telah memenuhi regulasi
pemerintah tentang Sistem Manajemen Pengamanan berdasarkan PERKAP 24/07
ISO 22000:2005 SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN FOOD SAFETY MANAGEMENT SYSTEM (FSMS)
Pendahuluan
Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO
22000:2005 merupakan tool bagi perusahaan dalam meningkatkan kinerja
operasional secara signifikan. ISO 22000:2005 memuat persyaratan-persyaratan
sistem manajemen keamanan pangan yang berlaku bagi organisasi dalam rantai
pangan. Sistem ISO 22000:2005 akan membantu perusahaan menjalankan bisnis
lebih terorganisasi dan sistematik sehingga produk dan kualitas layanan dapat
menjamin keamanan produk secara optimal.
ISO 22000:2005 merupakan perpaduan 4
elemen kunci, yakni :
-
ISO 9001:2008 sebagai kerangka
sistem manajemen,
-
HACCP sebagai dasar pengembangan
manajemen resiko keamanan pangan dengan meminimalkan bahaya melalui penetapan
titik kendali kritis,
-
GMP/ Prerequisite Program sebagai
panduan pelaksanaan dan pengawasan cara produksi yang baik, serta komunikasi
internal dan eksternal untuk memastikan kemamputelusuran data dalam rantai
pangan.
Standar ini menitikberatkan pada
penerapan HACCP dan komunikasi aktif terhadap proses-proses yang berinteraksi
langsung dengan produk, memberikan keyakinan bahwa produk Anda aman untuk
dikonsumsi atau digunakan. Dengan menerapkan standar ini perusahaan memiliki kesesuaian
dengan peraturan perundang-undangan dan regulasi yang berhubungan dengan
keamanan pangan, karena standar mempersyaratkan penerapan Prerequisite Program
yang juga merupakan ketentuan untuk memperoleh registrasi Badan POM. Selain
itu, penerapan sistem manajemen ini akan mampu membuka pasar nasional dan
internasional dengan menerapkan HACCP sebagai standar minimum ekspor. GMP merupakan pengendalian pada sistem
manajemen dan termasuk persyaratan teknis.
Manfaat menerapkan FSMS ISO
22000:2005
1.
Memahami persyaratan-persyaratan
standar ISO 22000
2.
Mampu menetapkan langkah-langkah
yang dibutuhkan untuk mengembangkan system manajemen keamanan pangan.
3.
Mampu mengidentifikasi sumber daya
dan kemampuan yang dibutuhkan untuk memelihara Sistem Manajemen Keamanan
Pangan.
4.
Mampu men-set-up,
mengimplementasikan dan mengembangkan Sistem Manajemen Keamanan Pangan berdasarkan
ISO 22000
5.
Memperoleh sertifikat ISO 22000:2005
sebagai bukti pengakuan telah menerapkan
Sistem Manajemen Keamanan Pangan.
Good Manufacturing Practices (GMP)
Good Manufacturing Practices (GMP)
merupakan suatu konsep manajemen dalam bentuk prosedur dan mekanisme proses
yang tepat untuk menghasilkan out put yang memenuhi stándar dengan tingkat
ketidaksesuaian sekecil mungkin. Istilah GMP di dunia industri pangan
dan kemasan, khususnya di Indonesia sesungguhnya telah diperkenalkan oleh
Departemen Kesehatan RI sejak tahun 1978 melalui Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 23/MEN.KES/SKJI/1978 tentang Pedoman Cara Produksi Makanan
yang Baik (CPMB). Standar ini adalah yang standar yang umum diterapkan dalam
industri makanan dan kemasan. Implementasi yang efektif dari System
Management adalah dengan menerapkan konsep Hygiene & Sanitation pada
system GMP yang akan memberikan keyakinan dan manfaat dalam suatu usaha
industri makanan dan industri kemasan terkait.
Hazard
Analisys Critical and Control Points
HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu
yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard (bahaya) dapat
timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu tetapi dapat dilakukan
pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Atau dimanakah letak
bahaya dari makanan atau minuman yang dihailkan oleh suatu industri, serta
melakukan evaluasi apakah seluruh proses yang dilakukan adalah proses yang
aman, dan bagaimana kita mengendalikan ancaman bahaya yang mungkin timbul.
Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan
yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan kepada
pengujian produk akhir. Sistem HACCP
bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang zero-risk atau tanpa
resiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan yang
merupakan metode analisis risiko terhadap bahaya yang disebabkan oleh makanan
dalam proses penyediannya (merupakan persyaratan teknis).
Sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil)
RSPO
adalah organisasi sukarela yang memiliki dua mekanisme untuk memastikan para
anggotanya mematuhi komitmen bersama. Yang pertama adalah Kode Etik Tindakan
dan yang kedua adalah kerangka sertifikasi. Produsen minyak kelapa
sawit diminta untuk berkomitmen dengan mengupayakan sertifikasi
operasional mereka sesuai standar RSPO. Para konsumen kelapa sawit diminta
berkomitmen dengan membeli dan mempergunakan kepala sawit yang sudah disertifikasi.
RSPO adalah proses
pengelolaan kebun dan pabrik kelapa sawit untuk mencapai satu atau lebih
tujuan yang ditetapkan guna produksi barang dan jasa secara terus-menerus
dengan tidak mengurangi nilai inheren dan produktivitas masa depannya serta
tanpa menimbulkan dampak yang tidak diinginkan terhadap lingkungan biologi,
fisik, dan sosial.
RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) didirikan dengan spirit mewujudkan
dan mengembangkan Sustainable Palm Oil. Artinya, pemangku kepentingan RSPO
sepakat bahwa industri kelapa sawit harus berkembang dengan kaidah-kaidah
sustainable (keberlanjutan).
Untuk
itu, disusunlah ‘aturan dan sistem’ berupa prinsip dan kriteria yang harus
dipenuhi oleh industri sawit apabila ingin mendapatkan predikat ‘sustainable’.
Bahkan di awal RSPO berjalan, produsen dijanjikan dapat menghasilkan
sustainable palm oil maka akan diberikan insentif berupa harga premium untuk
setiap ton minyak sawit lestari (sustainable palm oil) yang diproduksi.
Alasan
tersebut berdasarkan kepada pemikiran bahwa para anggota roundtable yang
terdiri dari produsen kelapa sawit, prosesor dan trader minyak sawit, consumer good manufacturers, retail,
perbankan, investor, NGO Lingkungan dan sosial dianggap mewakili semua
kepentingan dalam mewujudkan pembangunan industri kelapa sawit yang
berkelanjutan.
A. Prinsip dan
Kriteria RSPO
Prinsip dan criteria RSPO untuk produksi minyak sawit
berkelanjutan disahkan pada bulan Nopember 2005, diterapkan melalui tahap
percobaan selama periode 2 tahun dari tanggal pengesahan dan akan ditinjau
ulang setelah akhir periode tersebut.
Produksi minyak sawit berkelanjutan terdiri dari operasi
dan pengelolaan yang secara hukum sah, layak ekonomi, pantas lingkungan dan
bermanfaat social. Hal ini disampaikan melalui penerapan prinsip dan criteria
RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan, dan disertai indicator dan
panduan (secara keseluruhan dalam dokumen ini disebut sebagai criteria RSPO.
Semua criteria RSPO tersebut berlaku terhadap pengelolaan kelapa sawit, juga
terhadap pabrik.
Ada delapan
prinsip dan 39 Kriteria RSPO yaitu :
1.
TRANSPARANSI
Kriteria 1.1 Para produsen (growers) kelapa sawit
memberikan informasi lengkap kepada para pengambil keputusan dalam bahasa dan
bentuk yang sesuai, dan secara tepat waktu, agar dapat berperanserta dengan
baik
dalam
pengambilan keputusan.
Kriteria 1.2 Dokumen-dokumen
manajemen dapat diperoleh oleh masyarakat umum kecuali jika dilindungi oleh
kerahasiaan komersial atau jika publikasi informasi tersebut akan menimbulkan
dampak negatif pada lingkungan hidup dan masyarakat.
2.
MEMENUHI HUKUM DAN PERATURAN YANG BERLAKU.
Kriteria 2.1 Patuh terhadap hukum dan peraturan setempat,
nasional maupun internasional yang telah diratifikasi.
Kriteria 2.2 Hak
penggunaan lahan jelas dan tidak dalam status sengketa.
Kriteria
2.3 Penggunaan lahan untuk kelapa sawit
tidak mengganggu hak-hahukum atau adat pengguna lain, tanpa persetujuan
sukarela mereka yang diberitahukan sebelumnya.
3. KOMITMEN TERHADAP KELAYAKAN EKONOMI DAN
KEUANGAN.
Kriteria 3.1 Produktivitas
dan kualitas jangka panjang optimal hasil panen dan produk-produk dicapai
melalui praktik-praktik agronomi, pengolahan dan manajemen.
Kriteria 3.2 Praktek-praktek produsen dan pabrik pengolah cukupoptimal untuk
mempertahankan produksi minyak sawit yang bermutu tinggi.
4.
PENGGUNAAN LAHAN DAN PABRIK SECARA TEPAT.
Kriteria
4.1 Tatacara operasi terdokumentasikan
dengan baik dan diimpelemtasikan serta dipantau secara taat asas (konsisten).
Kriteria
4.2 Praktek-praktik mempertahankan, dan
jika memungkinkan meningkatkan, kesuburan tanah berada pada tingkat yang dapat
menjamin hasil yang banyak dan berkelanjutan.
Kriteria
4.3 Praktek-praktik yang meminimalisasi
dan mengendalikan erosi serta degradasi tanah.
Kriteria
4.4 Praktek-praktik ditujukan pada
penjagaan mutu dan ketersediaan air permukaan dan air tanah.
Kriteria
4.5 Hama, penyakit, gulma, dan spesies
pengganggu lain dapat dikendalikan dengan baik dan penggunaanbahan kimia
dilakukan secara optimal atas dasar teknik Manajemen Hama Terpadu (IPM).
Kriteria 4.6 Bahan kimia (Obat) digunakan dengan cara yang tidak membahayakan
kesehatan atau lingkungan hidup.
Kriteria 4.7 Aturan keselamatan dan
kesehatan kerja dilaksanakan.
Kriteria 4.8 Semua staf, pekerja,
petani dan kontraktor dilatih dengan baik.
5.
TANGGUNG JAWAB LINGKUNGAN DAN KONSERVASI KEKAYAAN ALAM DAN KEANEKA RAGAMAN
HAYATI.
Kriteria
5.1 Dilakukan penilaian mengenai dampak lingkungan kelapa sawit yang ditanam,
baik positif maupun negatif, dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan
manajemen serta dilaksanakan dalam prosedur operasional.
Kriteria
5.2 Membangun pemahaman tentang spesies dan habitat tumbuhan dan hewan yang
berada di dalam dan di sekitar areal penanaman.
Kriteria 5.3 Rencana dikembangkan, diimplementasikan dan dipantau untuk
menangani keragaman biota di dalam dan di sekitar areal penanaman.
Kriteria 5.4 Limbah dimusnahkan, didaur ulang, dimanfaatkan kembali dan dibuang
dengan cara yang ramah lingkungan dan ramah sosial.
Kriteria 5.5 Memaksimalkan efisiensi penggunaan energi dan penggunaan energi
yang terbaharukan.
Kriteria 5.6 Menghindari pembakaran untuk memusnahkan limbah dan mempersiapkan
lahan penanaman kembali kecuali dalam situasi khusus.
Kriteria 5.7 Mengembangkan, melaksanakan dan memantau rencana pengurangan
polusi dan emisi, termasuk gas rumah kaca.
6.
BERTANGGUNG JAWAB ATAS BURUH, INDIVIDU, KOMUNITAS YANG TERKENA DAMPAK
PERKEBUNAN DAN PABRIK.
Kriteria
6.1 Menilai dampak sosial, baik positif maupun negatif, dari kelapa sawit yang
ditanam dan diolah, dan memasukkan hasilnya ke dalam perencanaan manajemen dan
dilaksanakan dalam tatacara operasional.
Kriteria
6.2 Terdapat metoda yang terbuka dan
transparan untuk melakukan komunikasi dan konsultasi antara produsen (growers)
dan/atau pabrik pengolah, masyarakat setempat dan pihak-pihak lain yang
terkena dampak atau berkepentingan.
Kriteria
6.3 Terdapat sistem yang disepakati bersama dan terdokumentasi untuk menangani
keluhan dan ketidaksetujuan, yang dilaksanakan dan diterima oleh semua pihak.
Kriteria 6.4 Setiap negosiasi mengenai kompensasi atas hilangnya hak hukum atau
adat ditangani melalui sebuah sistem yang terdokumentasi yang memungkinkan
penduduk pribumi, masyarakat setempat dan para pengambil keputusan dapat
menyatakan pandangan mereka melalui lembaga perwakilan mereka sendiri.
Kriteria 6.5 Majikan memastikan agar
upah dan syarat kerja memenuhi paling tidak standar hukum atau standar industri
minimum serta cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan memperoleh
penghasilan wajar.
Kriteria 6.6 Majikan menghargai hak
semua pekerja untuk mendirikan dan ikut dalam serikat pekerja yang mereka pilih
dan untuk menentukan posisi tawar (bargain) mereka secara kolektif. Jika
undangundang melarang hak kebebasan berserikat dan menentukan posisi tawar
mereka secara kolektif, majikan memfaslitasi sarana berserikat secara mandiri
dan bebas dan penentuan posisi tawar semua pekerja.
Kriteria 6.7 Dilarang mempekerjakan anak-anak. Anak-anak tidak dihadapkan pada
suasana kerja yang berisiko. Anak-anak hanya boleh bekerja pada perkebunan
keluarga, dengan pengawasan orang dewasa, dan selama tidak mengganggu program
pendidikannya.
Kriteria 6.8 Majikan tidak boleh terlibat dalam atau mendukung diskriminasi
berdasarkan ras, kasta, asal negara, agama, cacat tubuh, jenis kelamin,
orientasi seksual, keanggotaan serikat pekerja, afiliasi politikatau usia.
Kriteria 6.9 Para produsen dan
pabrik pengolahan berhubungan secara baik dan terbuka dengan para petani kecil
dan pengusaha setempat.
Kriteria 6.10 Para produsen (growers) dan pabrik pengolahan memberikan
sumbangsih terhadap pembangunan wilayah jika memungkinkan.
7.
PENGEMBANGAN PERKEBUNAN BARU YANG BERTANGGUNG JAWAB.
Kriteria
7.1 Melakukan penilaian dampak sosial dan lingkungan yang menyeluruh dan melibatkan
semua pihak sebelum melakukan penanaman atau operasi baru, atau memperluas
perkebunan yang sudah ada, dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan,
manajemen dan operasi.
Kriteria 7.2 Menggunakan informasi survei tanah dan topografi untuk perencanaan
lokasi penanaman baru, dan hasilnya dimasukkan ke dalam rencana dan operasi.
Kriteria 7.3 Penanaman baru sejak
[tanggal diterapkannya kriteria RSPO] belum menggantikan hutan primer atau
setiap daerah yang mengandung satu atau lebih Nilai-Nilai Tinggi Pelestarian
[sisipkan tanggal jika Kriteria RSPO diterapkan].
Kriteria 7.4 Dilarang mengembangkan perkebunan di dataran yang curam, dan/atau
di pinggir serta tanah yang rapuh.
Kriteria 7.5 Tidak boleh melakukan
penanaman baru di atas tanah rakyat setempat tanpa persetujuan sukarela yang
diberitahukan sebelumnya, yang ditangani dengan sistem terdokumentasi yang
memungkinkan penduduk pribumi, masyarakat setempat dan para pengambil keputusan
mengungkapkan pandanganpandangan mereka melalui lembaga-lembaga perwakilan
mereka sendiri.
Kriteria 7.6 Masyarakat setempat
diberi kompensasi atas setiap pengambilalihan lahan dan pengalihan hak yang
disepakati, sesuai dengan persetujuan sukarela yang diberitahukan sebelumnya
dan kesepakatan yang telah dirundingkan.
Kriteria 7.7 Dilarang melakukan
pembakaran untuk menyiapkan penanaman baru kecuali dalam situasi khusus.
8.
KOMITMEN TERHADAP PERBAIKAN TERUS MENERUS PADA WILAYAH WILAYAH UTAMA AKTIVITAS.
Kriteria
8.1 Produsen (grower) secara
rutin memantau dan mengkaji ulang kegiatan-kegiatan mereka dan mengembangkan
serta melaksanakan program kerja yang memungkinkan peningkatan nyata dan
sinambung dalam operasi-operasi utama.
B. Manfaat RSPO
Keanggotaan RSPO adalah sukarela. Artinya RSPO tidak
memiliki kewenangan eksekusi (memaksa) agar suatu perusahaan PKS menjadi atau
mematuhi prinsip, kriteria dan indikator RSPO. Menjadi anggota RSPO, penerima manfaat
pertama adalah perusahaan itu sendiri. Dengan sertifikasi yang diperoleh dari
RSPO, maka PKS tersebut akan bebas dari penolakan, kritik dan boikot pasar
internasional yang mengakui RSPO.
Perlu diketahui tidak semua negara di dunia yang mengakui
RSPO. Pasar utama yang mengakui adalah negara Eropa, sementara negara seperti
India, China, Amerika Latin tidak mengakui RSPO. Tanpa RSPO
perusahaan-perusahaan tersebut tidak akan bisa bebas memasuki pasar Eropa.
C. Tujuan RSPO
Mempromosikan produksi dan penggunaan
minyak sawit berkelanjutan melalui kerjasama disepanjang rantai pasok (supply chain) dan dialog terbuka dengan
para pemangku kepentingan.
Menjamin
bahan baku CPO yang berasal dari perkebunan kelapa sawit yang dikelola secara
lestari dan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh RSPO diantaranya ramah
terhadap lingkungan, menjaga biodiversity, menjaga nilai-nilai konservasi dan
keanekaagaman hayati, serta sosial dan budaya di lingkungan dimana perkebunan
atau pabrik pengolahan CPO tersebut berdiri.
D. Proses
Sertifikasi di dalam RSPO
The RSPO Verification Working Group (VWG) dibentuk agar menyediakan
rekomendasi lengkap tentang pengaturan sertifikasi untuk pertimbangan oleh
Badan Pengurus RSPO (EB RSPO). Tujuan dari persyaratan lengkap tersebut adalah
untuk memastikan bahwa penilaian RSPO dilaksanakan dengan objektifitas dan
konsistensi, bersamaan dengan kebutuhan tingkat
kecermatan teknis dan kredibilitas stakeholder.
Langganan:
Postingan (Atom)
PELATIHAN PEMAHAMAN ISO 9001 SERIES - UIN JAKARTA
http://lpm.uinjkt.ac.id/lpm-laksanakan-pelatihan-awarness-iso-90012015/
-
Audit internal merupakan salah satu mata rantai dalam penerapan s i stem manajemen mutu ISO900 1 . Audit internal sifatnya wajib dan ...
-
Sebagaimana diketahui bahwa ISO 9001:2015 telah memperkenalkan klausul baru yaitu konteks organisasi. Klausul 4.1 Memahami organisasi d...
-
Sasaran mutu adalah sesuatu yang diinginka atau dituju terkait dengan mutu. Sasaran mutu secara umum didasarkan atas kebijakan mutu org...